RUMAH ADAT SUKU MINAHASA
BAB I
1.1.Latar belakang
Di zaman modern seperti sekarang teknologi yang digunakan
sudah banyak berkembang dan banyak kemajuan. Terutama di bidang arsitektur.
Maka dari itu upaya mengingatkan kembali sejarah-sejarah arsitektur yang
terdapat di Indonesia buku ini akan menjelaskan kembali tentang sejarah
perkembangan arsitektur Indonesia khususnya pada suku minahasa.
Suku Minahasa adalah
salah satu suku bangsa yang terdapat di Sulawesi Utara, Indonesia. Orang minahasa adalah orang yang mendiami
suatu daerah pada bagian timur laut jazirah Sulawesi utara. Dalam ucapan umum
orang Minahasa menyebut diri meraka Orang Manado/Touwenang, Minahasa, atau
Kawanua. Sedangkan Suku Minahasa adalah salah satu suku bangsa di indonesia.
Mereka berasal dari Kabupaten Minahasa provinsi Sulawesi Utara. Suku Minahasa
sebagian besar tersebar di seluruh provinsi Sulawesi Utara
1.2.Sejarah
Daerah Minahasa
dari Sulawesi Utara diperkirakan telah pertama kali dihuni oleh manusia dalam
ribuan tahun SM an ketiga dan kedua. orang Austronesia awalnya dihuni China
selatan sebelum pindah dan menjajah daerah di Taiwan, Filipina utara, Filipina
selatan, dan ke Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Menurut mitologi
Minahasa di Minahasa adalah keturunan Toar Lumimuut dan. Awalnya, keturunan
Toar Lumimuut-dibagi menjadi 3 kelompok: Makatelu-pitu (tiga kali tujuh),
Makaru-siuw (dua kali sembilan) dan Pasiowan-Telu (sembilan kali tiga). Mereka
dikalikan dengan cepat. Tapi segera ada perselisihan antara orang-orang.
Tona'as pemimpin mereka bernama kemudian memutuskan untuk bertemu dan berbicara
tentang hal ini. Mereka bertemu di Awuan (utara bukit Tonderukan saat ini).
Pertemuan itu disebut Pinawetengan u-nuwu (membagi bahasa) atau Pinawetengan
um-posan (membagi ritual). Pada pertemuan bahwa keturunan dibagi menjadi tiga
kelompok bernama Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan sesuai dengan kelompok yang
disebutkan di atas. Di tempat di mana pertemuan ini berlangsung batu peringatan
yang disebut Watu Pinabetengan (Batu Membagi) kemudian dibangun. Ini adalah
tujuan wisata favorit.
Kelompok-kelompok Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan kemudian mendirikan wilayah utama
mereka yang berada Maiesu, Niaranan, dan Tumaratas masing-masing. Segera
beberapa desa didirikan di luar wilayah. Desa-desa baru kemudian menjadi pusat
berkuasa dari sekelompok desa disebut Puak, kemudian walak, sebanding dengan
kabupaten masa kini.
Selanjutnya
kelompok baru orang tiba di semenanjung Pulisan. Karena berbagai konflik di
daerah ini, mereka kemudian pindah ke pedalaman dan mendirikan desa-desa
sekitar danau besar. Orang-orang ini karena itu disebut Tondano, Toudano atau Toulour
(artinya orang air). Danau ini adalah danau Tondano sekarang. Minahasa
Warriors.
Tahun-tahun berikutnya, kelompok lebih datang ke
Minahasa. Ada: orang dari pulau Maju dan Tidore yang mendarat di Atep. Orang-orang
ini merupakan nenek moyang dari Tonsawang subethnic. orang dari Tomori Bay. Ini
merupakan nenek moyang dari subethnic Pasam-Bangko (Ratahan Dan pasan) orang
dari Bolaang Mangondow yang merupakan nenek moyang Ponosakan (Belang).
orang-orang dari kepulauan Bacan dan Sangi, yang kemudian menduduki Lembeh,
Talisei Island, Manado Tua, Bunaken dan Mantehage. Ini adalah Bobentehu
subethnic (Bajo). Mereka mendarat di tempat yang sekarang disebut Sindulang.
Mereka kemudian mendirikan sebuah kerajaan yang disebut Manado yang berakhir
pada 1670 dan menjadi walak Manado. orang dari Toli-toli, yang pada awal abad
18 mendarat pertama di Panimburan dan kemudian pergi ke Bolaang Mongondow- dan
akhirnya ke tempat Malalayang sekarang berada. Orang-orang ini merupakan nenek
moyang dari Bantik subethnic. Ini adalah sembilan sub-etnis di Minahasa, yang
menjelaskan jumlah 9 di Manguni Maka-9: Tonsea, Tombulu, Tontemboan, Tondano, Tonsawang, Ratahan
pasan (Bentenan), Ponosakan, Babontehu, Bantik. Delapan dari kelompok-kelompok
etnis juga kelompok-kelompok linguistik terpisah.
Nama Minahasa itu sendiri muncul pada saat Minahasa
berperang melawan Bolaang Mongondow. Di antara para pahlawan Minahasa dalam perang
melawan Bolaang Mongondow adalah: Porong, Wenas, Dumanaw dan Lengkong (dalam
perang dekat desa Lilang), Gerungan, Korengkeng, Walalangi
(dekat Panasen, Tondano), Wungkar, Sayow, Lumi, dan Worotikan (dalam perang
bersama Amurang Bay). Dalam peperangan sebelumnya, Tarumetor (Opo Retor) dari
Remboken mengalahkan Ramokian dari Bolaang Mongondow di Mangket.
Sejak awal bangsa Minahasa tiada pernah terbentuk
kerajaan atau mengangkat seorang raja sebagai kepala pemerintahan
Kepala
pemerintah adalah kepala keluarga yang gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an
yang sekarang kita kenal dengan sebutan Hukum Tua.
-Sistem kekerabatan suku
minahasa (kota Manado)
Kota Manado secara hukum adat merupakan wilayah dari
Tanah Minahasa, dimana masyarakatnya sebagian besar berasal dari Suku Minahasa
yakni Sub Suku Tombulu, Tonsea, Tontemboan atau Tompakewa, Toulour, Tonsawang,
Pasan atau Ratahan, Ponosakan, dan Bantik. Ada juga masyarakat pendatang dari
luar negeri, seperti Bangsa Cina yang telah kawin mawin dengan orang
Manado-Minahasa dan keturunannya disebut Cina Manado, Bangsa Portugis dan
Spanyol yang keturunannya disebut Orang Borgo Manado, Bangsa Belanda yang
keturunannya disebut Endo Manado serta Bangsa Arab, Jepang, dan India dimana
perkawinan mereka bersifat endogam.
Disamping itu, ada pula penduduk Kota Manado yang
berasal dari Suku Sangihe Talaud, Bolaang Mongondouw, Gorontalo serta daerah
lainnya dari seluruh Indonesia yang telah sekian lama menetap.
-Sistem mata pencaharian
Seperti perikanan darat dan laut, pertanian,
peternakan, dan kerajinan. Namun rata-rata masyarakat Kota Manado mempunyai
profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota TNI dan POLRI, Pengusaha
dan Karyawan, Buruh, Sopir, Tukang, dan Pembantu.
-Sistem Kepercayaan
Masyarakat Kota Manado masih memiliki kepercayaan
lama, yakni kepercayaan kepada dewa-dewa yang menghuni alam sekitar, seperti
Opo Empung (Tuhan), Opo nenek moyang, Opo kerabat, mahluk-mahluk penghuni
gunung, sungai, mata air, hutan, bawah tanah, pantai dan laut, hujan, dan mata
amgin.
Selain itu ada juga kepercayaan yang berhubungan
dengan mahluk halus lainnya, seperti mukur, pontianak, setang mangiung-ngiung,
pok-pok, panunggu, jin, dan lulu.
-Perkampungan
Pola perkampungan dari tiap-tiap kelurahan di wilayah
Kota Manado pada umumnya terletak diatas tanah dataran, baik dataran tinggi
maupun dataran rendah secara berkelompok padat. Kelurahan yang satu dengan
kelurahan yang lainnya sambung-menyambung menjadi satu kesatuan mengikuti jalan
raya maupun memanjang mengikuti jalan-jalan kecil dan juga lorong-lorong.
-Letak & Orientasi
Luas Minahasa pada jaman ini adalah dari pantai
likupang, Bitung sampai ke muara sungai Ranoyapo ke gunung Soputan, gunung
Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah sungai Ranoyapo dan Poigar,
Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah kerajaan Bolaang
Mongondow.
Rumah tradisional
Minahasa berbentuk rumah panggung atau rumah kolong.
Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang
terdiri dari dua tangga didepan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang
Minahasa peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang
mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali
turun di tangga yang sebelahnya.
-Konsep ruang dalam
arsitektur tradisional
Bahan material yang dipergunakan umumnya adalah kayu
dari jenis pohon yang diambil dari hutan, yaitu kayu besi, linggua, jenis kayu cempaka
utan atau pohon wasian, jenis kayu nantu, dan kayu maumbi. Kayu besi digunakan
untuk tiang, kayu cempaka untuk dinding dan lantai rumah, kayu nantu untuk
rangka atap. Bagi masyarakat strata ekonomi rendah menggunakan bambu petung/
bulu jawa untuk tiang, rangka atap dan nibong untuk lantai rumah, untuk dinding
dipakai bambu yang dipecah.
Arsitektur rumah tradisional Minahasa dapat dibagi
dalam periode sebelum gempa bumi tahun 1845 dan periode pasca gempa bumi
1845-1945.
Karakteristik ruang dalam rumah, hanya terdapat satu
ruang bangsal untuk semua kegiatan penghuninya. Pembatas territorial adalah
dengan merentangkan rotan atau tali ijuk dan menggantungkan tikar. Orientasi
rumah menghadap ke arah yang ditentukan oleh Tonaas yang memperoleh petunjuk dari
Empung Walian Wangko (Tuhan).
Karakteristik ruang dalam rumah masa 1845-1945 berbeda
dengan sebelumnya, karena sudah terdapat beberapa kamar, seperti badan rumah
terdepan berfungsi sebagai ruang tamu/ ruang setup emperan, ruang tengah/ pores
difungsikan untuk menerima kerabat dekat, dan ruang tidur untuk orang tua dan
anak perempuan, ruang tengah belakang tempat lumbung padi (sangkor). Ruang
masak terpisah pada bangunan lainnya. Fungsi loteng/ soldor adalah sama dengan
masa sebelumnya yang diperuntukkan menyimpan hasil panen.
Pada awalnya para leluhur orang minahasa bermukim di
sekitar pegununggan Wulur Mahatus, wilayah selatan Minahasa kemudian berkembang
dan berpindah ke Nietakkan (dekat tompaso baru). Sejarah orang Minahasa umumnya
di tulis oleh orang-orang asing yang datang ke tanah ini sebagian besar adalah misionaris. Beberapa antaranya:
Pdt.Scwarsch, J. Albt. T. Schwarz, Dr. JGF Riedel, Pdt. Wilken, Pdt. J. Wiersma.
Terdapat tiga tokoh sentral terkait dengan leluhur orang Minahasa, yaitu Lumimuut, Toar dan Karema. Karema, dimengerti sebagai
"manusia langit", dan Lumimuut dan Toar adalah leluhur dan cikal
bakal dari orang-orang Minahasa. Manusia awal di Minahasa yang berasal dari
Lumimuut dan Toar, tempat semula dari Lumimuut dan Toar serta keturunannya
disebut Wulur Mahatus. Kelompok-kelompok awal ini kemudian berkembangan biak
dan bermigrasi ke beberapa wilayah di tanah Minahasa. Orang minahasa pada waktu
itu dibagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu : Makarua Siow (2x9) : para
pengatur Ibadah dan Adat Makatelu Pitu (3x7) : yang mengatur pemerintahan
Pasiowan Telu (9x7) : Rakyat
sebutan "Minahasa" sebenarnya berasal dari
kata, Mina yang berarti telah diadakan/telah terjadi dan Asa/Esa yang berarti
satu, jadi Minahasa berarti telah diadakan persatuan atau mereka yang telah
bersatu. ketika peristiwa persatuan diadakan disebut "Mahasa" yang
berarti bersatu. Mahasa pertama diadakan di Watu Pinawetengan untuk pembagian
wilayah pemukiman, Mahasa kedua diadakan untuk melawan ekspansi kerajaan
bolaang-mongondow, Mahasa ketiga dilakukan untuk menyelesaikan pertikaian
antara Walak Kakaskasen yang berkedudukan diLotta(kakaskasen, Lotta dan Tateli)
dengan Bantik, yang kesemuanya berasal dari satu garis keturunan Toar-Lumimuut.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Minahasa
BAB
II
Konstruksi Asli Rumah Adat Minahasa
·
PONDASI
Seperti yang terdapat pada rumah panggung
di Indonesia umumnya, bagian pondasi(kolong) bangunan tetap menggunakan
material batu, beton maupun kayu/kayukelapa itu sendiri dengan dimensi yang
tergantung volume bangunan yangdipikulnya. Takikan pada pondasi beton bisa diganti dengan ikatan tulangan beton
tersebut.
Konstruksi awal. Sambungan Tiang
penyanggah dengan Kancingan dobel
|
·
LANTAI
Lantai bangunan tersusun
dari konstruksi balok lantai kayu, yang lantainya terbuat dari papan lebar kayu
cempaka.
·
KOLOM
-
Material dari kayu keras (kayu
besi,kayu ebony)
-
Hubungan tiang dan balok dikancing antara 2 ruas kayu dengan
pasak dan pen.
-
Terdapat 16-18 tiang penyanggah.
-
Tinggi tiang 1.5 m-2,5 m.
-
Ukuran 80-200 cm
-
Fungsi kolong sebagai tempat menyimpan hasil panen dan
binatang peliharaan yaitu kuda.
Tiang (thn 1845-1945)
-
Tiang penyanggah berukuran lebih kecil dan lebih pendek,
yaitu sebesar 30/30 cm atau 40/40 cm.
-
Tinggi 1,5-2,5 meter
·
TANGGA
-
Tangga pada bangunan ini ada 2 :
ü Bagian serambi
ü Bagian servis area
-
Pada serambi ada 2 tangga arah masuk (kanan-kiri).
Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa
peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk
naik dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di
tangga yang sebelahnya.
-
Tangga terbuat dari kayu yang sama
dengan lantainya.
-
Pada anak tangga strukturnya terbuat
dari kayu keras.
-
Setiap anak tangga
mengartikan tingkatan jumlah harta untuk mempelai wanita.
·
DINDING
-
Material dinding dari papan atau
anyaman bambu.
-
Material dinding penyekat dari kayu
lunak (kayu cempaka,kayu merah).
-
Mengunakan system sambungan pen.
·
PINTU
-
Tinggi pintu sekitar 1 m
-
Melambangkan penghormatan pada tuan rumah
-
Material terbuat dari kayu keras
·
JENDELA
-
Kontruksi jendela 2 sayap
-
Letaknya banyak diarea kanan maupun
kiri
-
Material jendela dari kaca nako atau jalusi
·
ATAP
-
Rangka atapnya adalah gabungan bentuk pelana dan
limas.
-
Atapnya berupa konstruksi kayu/ bambu batangan
yang diikat dengan tali ijuk pada usuk dari bambu.
Rumah
dengan material penutup atap rumbia (bahan ijuk)
Sesuai penuturan penghuni rumah, umur atap
rumbia adalah 10-15 tahun, dan saat ini material atap rumbia sulit diperoleh
dan kualitasnya menurun karena masa pakainya hanya 1-3 tahun.
·
RAGAM HIAS (ORNAMEN)
-
Aplikasi ornamen dan ragam hias yang relatif
kurang, menyiratkan karakteristik orang Minahasa yang bersahaja dan cenderung
lebih fokus pada persoalan- persoalan yang praktis dalam kehidupannya.
-
Dominasi corak ragam hias yang bersumber dari
bentuk-bentuk alamiah (flora dan fauna) juga menunjukkan tingginya apresiasi
masyarakat Minahasa terhadap lingkungan fisik alamiahnya yang dipandang sebagai
berkah terindah dari sang Opo Empung.
-
Adapan corak ornamentasi dan dekorasi geometris
yang belakangan mentradisi, pada dasarnya menunjukkan tingkat akseptansi
masyarakat Minahasa yang tinggi terhadap introduksi rona kultural yang baru
dari komunitas masyarakat / bangsa lain yang berstatus pendatang, sepanjang
kultur yang dibawa dipandang positif. Hal ini juga menyiratkan tingginya
dinamika kultur masyarakat Minahasa.
-
Ornamen hiasan banyak
yang menggunakan warna merah mengartikan keberanian.
-
Ornamen ada yang
berbentuk naga di samping kanan dan kiri rumah,mengartikan arti tak gentar
tidak takut.
-
Ornamen Naga berasal dari
negara Cina begitu pun warana merah yang identik dengan Cina.
BAB III
DATA-DATA SURVEY
LOKASI : TAMAN MINI INDONESIA INDAH
ANJUNGAN
SULAWESI UTARA
TANGGAL : 25 SEPTEMBER 2014
Anjungan Sulawesi Utara di TMII
menampilkan dua rumah adat sebagai bangunan induknya, yaitu “wale-wanaro” dan
“Bolaang mongondow”. Keduanya merupakan bangunan diatas tiang dengan pintu
utama di bagian depan. Kedua bangunan tersebut digunakan sebagai tempat
memperkenalkan daerah terkait, khususnya pada aspek budaya dan
kepariwisataannya.Karena diatas rumah pewaris (wale wangko) kita dapat menyaksikan
pergaan busana dari 4 daerah di Sulawesi Utara, yaitu Gorontalo, Boraang
Mongondow, Minahasa, dan Sangihe Talaud. Sedangkan kolong rumah digunakan untuk
memamerkan potensi kekayaan alam, hasil industry dan hasil kerajinan daerah. Di
tempat ini juga diperagakan beberapa alat musik tradisional seperti Kolintang
dan musik Bambu.
Anjungan ini memiliki tata pertamanan yang
terawat. Di bagian depan anjungan di bangun meninggi sebagai gambaran gunung
klabat dengan dua buah patung penari cakalele di dekatnya. Dalam jumlah besar,
tari perang itu merupakan grup kawasaran, yang amat berkesan apabila dijadikan
tari penyambut tamu. Patung tinggi yang unik, karena menggambarkan setumpuk
orang dalam posisi saling mendukung adalah “Siow Walian”. Patung yang di puncaknya
bertengger burung manguni itu, konon merupakan gambaran religi puerwa dan juga
merupakan gambaran sikap hidup masyarakat Minahasa yang suka tolong menolong.
Di tempat tersebut juga dapat kita saksikan “Waruga”, kuburan nenek moyang.
Waruga adalah kuburan para kepala suku (tonaas-tonaas) yang dikebumikan dengan
posisi duduk dan tangan melipat. Posisi demikian dimaksudkan untuk menyamakan
sikap manusia saat masih di dalam kandungan. Bagian belakang anjungan tampak
patung pembuat kopra dan tempat penyulingan saguel yang kemudian menjadi
minuman khas Sulawesi Utara.
Informasi umum daerah Sulawesi Utara :
Propinsi daerah tingkat I Sulawesi Utara dibagi menjadi 7
daerah Tk. II
- Kabupaten Dati II Sangihe Talaud, ibukota
Tahuna
- Kabupaten Dati II Minahasa ibukota Tondano
- Kabupaten Dati II Bolaang Mongondow
ibukota Kotamabaou
- Kabupaten Dati II Gorontalo
ibukota Issimu
- Kabupaten Dati II Manado
- Kabupaten Dati II Gorontalo
- Kota Administratif Bitung
Sulawesi Utara terdiri dari 4 suku bangsa,
maka bahasa daerahnya secara otomati terbagi 4 pula. Sangihe Talaud, Minahasa,
Bolaang, Mongondow dan Gorontalo. Keempat suku bangsa tersebut masing-masing
menmpunya ciri khas sendiri-sendiri anatara lain sifat keramah tamahan dalam
pergaulan dan memiliki suatu sifat yang lebih khas lagi ialah sifat
gotong-royong atau Mapalus yang dalam penyebutan berbeda namun bertujuan sama
seperti :
· Mopaluse
dari Sangihe Talaud
· Mapalus
dari Minahasa
· Mo Huyula
dari Gorontalo
· Pogogugat
dari Bolaangh Mongondow
Objek wisata yang terdapat di propinsi ini
sangat menarik untuk dikunjungi, khususnya taman laut bunaken, selain itu juga
terdapat taman budaya waruga (kuburan tradisional nenek moyang Minahasa), makam
pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol, Kyai Mojo, Monumen DR. Samratulangi, Eatu
Pinawatengan, tempat rekreasi Remboken dengan danau tondano dan air panas,
suaka alam Tangkoko Batu Angus dan Demoga Bone. Di tempat ini berdiam marga
satwa yang dilindungi, seperti Burung Maleo, Anoa, Babi rusa, Rusa dan Sapi hutan.
Ditinjau dari segi adat istiadat, bahasa,
kesenian, peninggalan purbakala dan mata pencaharian yang beraneka ragam, maka
daerah tingkat I Sulawesi Utara dibagi menjadi 4 daerah kultural :
1. Sangihe Talaud
2. Minahasa/Manado
3. Bolaang Mongondow
4. Gorontalo/Huluntalo.
Sedangkan alat musik tradisionalnya antara lain Kolintang,
musik bia, musik bambu.
Tariannya
seperti tari maengket, cakalele, tari lenso dan lain-lain.
Ukiran ular
melambangkan kewaspadaan, sedang burung manguni dianggap hewan yang dapat
memberi isyarat atau tanda melalui bunyinya pada malam hari. Keduanya dikeramatkan serta dianggap sebagai pemberi
isyarat dari dunia atas dan dunia bawah.
RUMAH ADAT WALEWANGKO DI ANJUNGAN SULAWESI UTARA
·
DENAH
·
PONDASI
Pondasi pada Anjungan
Sulawesi Utara :
-
Konstruksi kolom tidak lagi ada kancingan bawah dan rumah tidak diletakkan di atas watulinei diganti dengan beton cor.
-
Konstruksi kolom tidak lagi ada
kancingan bawah / bantalan bawah.
·
LANTAI
Lantai
pada Anjungan Sulawesi Utara
-
Lantai Menggunakan papan kayu cempaka
-
Lantai papan kayu berukuran 4, 30
·
KOLOM
-
Kolom Struktur terdapat 28 kolom
secara keseluruhan
-
Kolom yang berhubungan langsung
dengan atap terdapat 4 kolom berukuran 30x30 cm.
-
Kolom menerus berukuran 45x45 cm dan
memiliki jarak 5 m / kolomnya.
-
Kolom yang berada di dalam rumah
walewangko berdiameter kurang lebih 40cm.
·
TANGGA
-
Letak dua tangga berhadapan.
-
Jumlah anak tangga ganjil.
-
Anak tangga terbuat dari papan kayu
yang sama dengan lantainya.
·
DINDING
-
Dinding menggunakan papan kayu cempaka
-
Tidak bermotif / Polos hanya saja berhiaskan serat dari
kayu-kayu tersebut
·
PINTU
-
Memiliki dua daun pintu
-
Tinggi pintu kurang lebih 220 cm
-
Lebar pintu kurang lebih 120 cm
·
JENDELA
-
Kontruksi jendela dua sayap (dua daun jendela)
-
Berukuran kurang lebih 120x120 cm
-
·
ATAP
-
Bentuk atap merupakan pola gabungan atap pelana dan limas
-
Material penutupnya adalah Sirap
-
Atap bagian atas kurang lebih 60 derajat, dan atap bagian
bawah kurang lebih 45 derajat
·
RAGAM HIAS / ORNAMEN
-
Ornamen berada di sekeliling papan
balok lantai
-
Motif ornamen samping dan depan
berbeda
-
Ornamen berwarna merah dan berbentuk
seperti naga maupun api.
-
Ornamen api juga terdapat pada Lisplang
-
Dan terdapat ornament khas minahasa di bagian depan atap
BAB 4
ANALISA
PEMBANDINGAN
1.
PONDASI
Secara teori
pada bangunan rumah adat walewangko, bagian pondasi(kolong) bangunan tetap
menggunakan material batu, beton maupun kayu/kayu kelapa itu sendiri dengan
dimensi yang tergantung volume bangunan yang dipikulnya. Takikan
pada pondasi beton bisa diganti dengan ikatan tulangan beton tersebut.
Konstruksi awal.
Sambungan Tiang penyanggah dengan Kancingan dobel
Namun pada hasil survey yang kami lakukan pondasi sudah
dimodifiksi menjadi sebagai berikut :
-
Tidak adanya umpak sebagai pondasinya yang sudah diganti
dengan beton.
-
Konstruksi kolom tidak lagi ada kancingan bawah dan rumah
tidak diletakkan di atas watulinei diganti dengan beton cor.
-
Konstruksi kolom tidak lagi ada
kancingan bawah / bantalan bawah.
2.
LANTAI
Secara teori lantai rumah adat walewangko yitu sebagai
berikut :
·
Lantai bangunan tersusun dari
konstruksi balok lantai kayu.
·
Bahan
lantainya terbuat dari papan lebar kayu cempaka.
·
Serta lantai disusun dari papan yang
susunannya memnjang.
Namun
dalam hasil survey yang kami dapatkan tidak beda dari yg dijelaskan diatas
yaitu :
-
Lantai Menggunakan papan kayu cempaka
-
Lantai papan kayu berukuran 4x 25
-
Susunannya papan memanjang
3.
KOLOM
Secara teori kolom yang sebenarnya yaitu :
·
Material dari kayu keras (kayu
besi,kayu ebony)
·
Hubungan tiang dan balok dikancing antara 2 ruas kayu dengan
pasak dan pen.
·
Terdapat 16-18 tiang penyanggah.
·
Tinggi tiang 1.5 m-2,5 m.
·
Ukuran 80-200 cm
·
Fungsi kolong sebagai tempat menyimpan hasil panen dan
binatang peliharaan yaitu kuda.
·
Pemasangan kolom menggunakan system
pasak dan pen atau bida disebut system knockdown( bongkar pasang )
·
Pemasangan kolom dilakukan dengan
memasang bagian pangkal pada bagian bawah dan ujungnya pada bagian atas.
Walaupun pada sebelumnya, sebelum terjadinya
gempa bumi pada tahun 1845-1945 kolom atau tiang penyangga spedifikasinya yaitu
sebagai berikut:
-
Tiang penyanggah berukuran lebih
kecil dan lebih pendek, yaitu sebesar 30/30 cm atau 40/40 cm.
-
Tinggi 1,5-2,5 meter
Namun dari hasil survey
didapatkan sebagai berikut:
-
Kolom Struktur terdapat 28 kolom
secara keseluruhan
-
Kolom yang berhubungan langsung
dengan atap terdapat 4 kolom disetiap pojokan yang berukuran 30x30 cm.
-
Kolom struktur berukuran 45x45 cm dan
memiliki jarak 5 m / kolomnya.
-
Diluar bagian kolom tersebut ada
lapisan penutupnya agar tidak mudah rusak.
-
Kolom yang berada di dalam rumah
walewangko berdiameter kurang lebih 40cm
-
Bahan kayu kolom bagian dalam
bangunan menggunakan kayu bulat walaupun hanya pelapis saja
4.
DINDING
Menurut aslinya dinding yang ada yaitu sebagai
berikut:
·
Material dinding dari papan atau
anyaman bambu.
·
Material dinding penyekat dari tikar
bambu atau kayu lunak (kayu cempaka,kayu merah).
·
Mengunakan system sambungan pen.
·
Pemakaian susunan papan pun sama
seperti kolom yaitu pangkal berada dibagian bawah dan ujungnya ada pada bagian
atas , maksudnya untuk menunjukan kesan tumbuh.
Namun
dari hasil survey sebagai berikut:
-
Dinding menggunakan papan kayu
cempaka
-
Tidak bermotif / Polos hanya saja
berhiaskan serat dari kayu-kayu tersebut
-
Papan yang digunakan yaitu papan
seragam ukurannya dan jenisnya.
5.
PINTU & JENDELA
Dari hasil data yang menyatakan teorinya yaitu sebagai
berikut:
·
PINTU
-
Tinggi pintu sekitar 1 m
-
Melambangkan penghormatan pada tuan rumah
-
Material terbuat dari kayu keras
·
JENDELA
-
Kontruksi jendela 2 sayap
-
Letaknya banyak diarea kanan maupun
kiri
-
Material jendela dari kaca nako atau
jalusi
Hasil survey yaitu sebagai berikut:
·
PINTU
-
Memiliki dua daun pintu
-
Tinggi pintu kurang lebih 220 cm
-
Lebar pintu kurang lebih 120 cm
·
JENDELA
-
Kontruksi jendela dua sayap (dua daun jendela)
-
Berukuran kurang lebih 120x120 cm
6.
ATAP
Menurut bawaan aslinya atap rumah adat walewangko
yaitu sebagai berikut :
·
Rangka atapnya adalah gabungan bentuk pelana dan limas.
·
Atapnya berupa konstruksi kayu/ bambu batangan yang diikat
dengan tali ijuk pada usuk dari bambu.
·
Karena perkembangan pengetahuan bas atau tukang konstruksi
kayu pada konstruksi atap yang dipakai sampai sekarang ini
Rumah dengan material penutup atap rumbia (bahan ijuk)
Sesuai
penuturan penghuni rumah, umur atap rumbia adalah 10-15 tahun, dan saat ini
material atap rumbia sulit diperoleh dan kualitasnya menurun karena masa
pakainya hanya 1-3 tahun.
Namun dari hasil survey yaitu sebagai berikut karena
adanya beberapa modifikasi:
-
Bentuk atap merupakan pola gabungan atap pelana dan limas
-
Material penutupnya adalah Sirap
-
Atap bagian atas kurang lebih 60 derajat, dan atap bagian
bawah kurang lebih 45 derajat
7.
TANGGA
Beberapa hal yang mengaitkan tangga dari teori yang
ada sebagai berikut:
-
Tangga pada bangunan ini ada 2 :
ü Bagian serambi
ü Bagian servis area
-
Pada serambi ada 2 tangga arah masuk (kanan-kiri).
Menurut
kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila
ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh jahat
tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya.
-
Tangga terbuat dari kayu yang sama
dengan lantainya.
-
Pada anak tangga strukturnya terbuat
dari kayu keras.
-
Setiap anak tangga mengartikan
tingkatan jumlah harta untuk mempelai wanita.
Namun dalam hasil survey
sebagai berikut:
-
Letak dua tangga berhadapan.
-
Jumlah anak tangga ganjil.
-
Anak tangga terbuat dari papan kayu
yang sama dengan lantainya.
8.
RAGAM HIAS
Beberapa hal mengenai
ragam hias dari rumah adat walewangko yaitu sebagai berikut:
·
Aplikasi ornamen dan ragam hias yang relatif kurang,
menyiratkan karakteristik orang Minahasa yang bersahaja dan cenderung lebih
fokus pada persoalan- persoalan yang praktis dalam kehidupannya.
·
Dominasi corak ragam hias yang bersumber dari bentuk-bentuk
alamiah (flora dan fauna) juga menunjukkan tingginya apresiasi masyarakat
Minahasa terhadap lingkungan fisik alamiahnya yang dipandang sebagai berkah
terindah dari sang Opo Empung.
·
Adapan corak ornamentasi dan dekorasi geometris yang
belakangan mentradisi, pada dasarnya menunjukkan tingkat akseptansi masyarakat
Minahasa yang tinggi terhadap introduksi rona kultural yang baru dari komunitas
masyarakat / bangsa lain yang berstatus pendatang, sepanjang kultur yang dibawa
dipandang positif. Hal ini juga menyiratkan tingginya dinamika kultur
masyarakat Minahasa.
·
Ornamen hiasan banyak yang
menggunakan warna merah mengartikan keberanian.
·
Ornamen ada yang berbentuk naga di
samping kanan dan kiri rumah,mengartikan arti tak gentar tidak takut.
·
Ornamen Naga berasal dari negara Cina
begitu pun warana merah yang identik dengan Cina.
Dari hasil survey yaitu sebagai
berikut:
-
Ornamen berada di sekeliling papan
balok lantai
-
Motif ornament samping dan depan berbeda
-
Ornamen berwarna merah dan berbentuk seperti naga mau pun api
yang diambil karena suku minahasa menurut sejarah berasal dari cina da jepang.
-
Ornamen api juga terdapat pada Lisplang
Maksud
dari ornament tersebut yaitu untuk menjaga teritorialnya dengan keberaniannya
dari suku minahasa
-
Dan terdapat ornament khas minahasa di bagian depan atap
Pada bagian ornament ini melambangkan bahwa
corak itu menunjukan opo empung walian yang berada di tempat yang lebih tinggi
untuk menghormati serta dapat mengingat segala pemberiannya.
BAB 5
Kesimpulan
Rumah Adat Walewangko adalah salah satu Rumah Adat Indonesia
yang berasal dari tanah Minahasa, Sulawesi Utara. Kota Manado adalah kota yang
berada di tanah Minahasa.
Salah satu tempat yang melestarikan rumah adat ini adalah
Taman Mini Indonesia Indah. Namun, rumah adat ini sudah mengalami perubahan
seperti yang sudah disebutkan di bab sebelumnya. Mulai dari perubahan
konstruksi pada pondasi dan kolom, perubahan jumlah kolom penyokongnya,
perubahan bahan bangunan pada dinding, sampai perubahan tata ruangnya.
Sebagai calon Arsitek sebaiknya kita melestarikan juga rumah
adat seperti ini, karena ini merupakan salah satu ciri khas Indonesia. Walaupun
rumah adat dan sudah di bangun sejak jaman dulu, tapi rumah adat di Indonesia
memiliki konstruksi yaang tidak kalah hebat dari konstruksi jaman sekarang. Hal
ini menyebabkaan rumah adat-rumah adat di Indonesia tetap berdiri kokoh meski
usianya sudah ratusan tahun.
ini daftar pustakanya dari mana?
BalasHapuspict nya emg ga keliatan atau gimana ya
BalasHapus