Sabtu, 14 Februari 2015

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR 1

RUMAH ADAT SUKU MINAHASA
BAB I

1.1.Latar belakang

Di zaman modern seperti sekarang teknologi yang digunakan sudah banyak berkembang dan banyak kemajuan. Terutama di bidang arsitektur. Maka dari itu upaya mengingatkan kembali sejarah-sejarah arsitektur yang terdapat di Indonesia buku ini akan menjelaskan kembali tentang sejarah perkembangan arsitektur Indonesia khususnya pada suku minahasa.
Suku Minahasa adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Sulawesi Utara, Indonesia. Orang minahasa adalah orang yang mendiami suatu daerah pada bagian timur laut jazirah Sulawesi utara. Dalam ucapan umum orang Minahasa menyebut diri meraka Orang Manado/Touwenang, Minahasa, atau Kawanua. Sedangkan Suku Minahasa adalah salah satu suku bangsa di indonesia. Mereka berasal dari Kabupaten Minahasa provinsi Sulawesi Utara. Suku Minahasa sebagian besar tersebar di seluruh provinsi Sulawesi Utara
           
                       

1.2.Sejarah

Daerah Minahasa dari Sulawesi Utara diperkirakan telah pertama kali dihuni oleh manusia dalam ribuan tahun SM an ketiga dan kedua. orang Austronesia awalnya dihuni China selatan sebelum pindah dan menjajah daerah di Taiwan, Filipina utara, Filipina selatan, dan ke Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Menurut mitologi Minahasa di Minahasa adalah keturunan Toar Lumimuut dan. Awalnya, keturunan Toar Lumimuut-dibagi menjadi 3 kelompok: Makatelu-pitu (tiga kali tujuh), Makaru-siuw (dua kali sembilan) dan Pasiowan-Telu (sembilan kali tiga). Mereka dikalikan dengan cepat. Tapi segera ada perselisihan antara orang-orang. Tona'as pemimpin mereka bernama kemudian memutuskan untuk bertemu dan berbicara tentang hal ini. Mereka bertemu di Awuan (utara bukit Tonderukan saat ini). Pertemuan itu disebut Pinawetengan u-nuwu (membagi bahasa) atau Pinawetengan um-posan (membagi ritual). Pada pertemuan bahwa keturunan dibagi menjadi tiga kelompok bernama Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan sesuai dengan kelompok yang disebutkan di atas. Di tempat di mana pertemuan ini berlangsung batu peringatan yang disebut Watu Pinabetengan (Batu Membagi) kemudian dibangun. Ini adalah tujuan wisata favorit.
Kelompok-kelompok Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan kemudian mendirikan wilayah utama mereka yang berada Maiesu, Niaranan, dan Tumaratas masing-masing. Segera beberapa desa didirikan di luar wilayah. Desa-desa baru kemudian menjadi pusat berkuasa dari sekelompok desa disebut Puak, kemudian walak, sebanding dengan kabupaten masa kini.
Selanjutnya kelompok baru orang tiba di semenanjung Pulisan. Karena berbagai konflik di daerah ini, mereka kemudian pindah ke pedalaman dan mendirikan desa-desa sekitar danau besar. Orang-orang ini karena itu disebut Tondano, Toudano atau Toulour (artinya orang air). Danau ini adalah danau Tondano sekarang. Minahasa Warriors.
Tahun-tahun berikutnya, kelompok lebih datang ke Minahasa. Ada: orang dari pulau Maju dan Tidore yang mendarat di Atep. Orang-orang ini merupakan nenek moyang dari Tonsawang subethnic. orang dari Tomori Bay. Ini merupakan nenek moyang dari subethnic Pasam-Bangko (Ratahan Dan pasan) orang dari Bolaang Mangondow yang merupakan nenek moyang Ponosakan (Belang). orang-orang dari kepulauan Bacan dan Sangi, yang kemudian menduduki Lembeh, Talisei Island, Manado Tua, Bunaken dan Mantehage. Ini adalah Bobentehu subethnic (Bajo). Mereka mendarat di tempat yang sekarang disebut Sindulang. Mereka kemudian mendirikan sebuah kerajaan yang disebut Manado yang berakhir pada 1670 dan menjadi walak Manado. orang dari Toli-toli, yang pada awal abad 18 mendarat pertama di Panimburan dan kemudian pergi ke Bolaang Mongondow- dan akhirnya ke tempat Malalayang sekarang berada. Orang-orang ini merupakan nenek moyang dari Bantik subethnic. Ini adalah sembilan sub-etnis di Minahasa, yang menjelaskan jumlah 9 di Manguni Maka-9: Tonsea, Tombulu, Tontemboan, Tondano, Tonsawang, Ratahan pasan (Bentenan), Ponosakan, Babontehu, Bantik. Delapan dari kelompok-kelompok etnis juga kelompok-kelompok linguistik terpisah.
Nama Minahasa itu sendiri muncul pada saat Minahasa berperang melawan Bolaang Mongondow. Di antara para pahlawan Minahasa dalam perang melawan Bolaang Mongondow adalah: Porong, Wenas, Dumanaw dan Lengkong (dalam perang dekat desa Lilang), Gerungan, Korengkeng, Walalangi (dekat Panasen, Tondano), Wungkar, Sayow, Lumi, dan Worotikan (dalam perang bersama Amurang Bay). Dalam peperangan sebelumnya, Tarumetor (Opo Retor) dari Remboken mengalahkan Ramokian dari Bolaang Mongondow di Mangket.
Sejak awal bangsa Minahasa tiada pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorang raja sebagai kepala pemerintahan
Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an yang sekarang kita kenal dengan sebutan Hukum Tua.
-Sistem kekerabatan suku minahasa (kota Manado)
Kota Manado secara hukum adat merupakan wilayah dari Tanah Minahasa, dimana masyarakatnya sebagian besar berasal dari Suku Minahasa yakni Sub Suku Tombulu, Tonsea, Tontemboan atau Tompakewa, Toulour, Tonsawang, Pasan atau Ratahan, Ponosakan, dan Bantik. Ada juga masyarakat pendatang dari luar negeri, seperti Bangsa Cina yang telah kawin mawin dengan orang Manado-Minahasa dan keturunannya disebut Cina Manado, Bangsa Portugis dan Spanyol yang keturunannya disebut Orang Borgo Manado, Bangsa Belanda yang keturunannya disebut Endo Manado serta Bangsa Arab, Jepang, dan India dimana perkawinan mereka bersifat endogam.
Disamping itu, ada pula penduduk Kota Manado yang berasal dari Suku Sangihe Talaud, Bolaang Mongondouw, Gorontalo serta daerah lainnya dari seluruh Indonesia yang telah sekian lama menetap.
-Sistem mata pencaharian
Seperti perikanan darat dan laut, pertanian, peternakan, dan kerajinan. Namun rata-rata masyarakat Kota Manado mempunyai profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota TNI dan POLRI, Pengusaha dan Karyawan, Buruh, Sopir, Tukang, dan Pembantu.
-Sistem Kepercayaan
Masyarakat Kota Manado masih memiliki kepercayaan lama, yakni kepercayaan kepada dewa-dewa yang menghuni alam sekitar, seperti Opo Empung (Tuhan), Opo nenek moyang, Opo kerabat, mahluk-mahluk penghuni gunung, sungai, mata air, hutan, bawah tanah, pantai dan laut, hujan, dan mata amgin.
Selain itu ada juga kepercayaan yang berhubungan dengan mahluk halus lainnya, seperti mukur, pontianak, setang mangiung-ngiung, pok-pok, panunggu, jin, dan lulu.
-Perkampungan
Pola perkampungan dari tiap-tiap kelurahan di wilayah Kota Manado pada umumnya terletak diatas tanah dataran, baik dataran tinggi maupun dataran rendah secara berkelompok padat. Kelurahan yang satu dengan kelurahan yang lainnya sambung-menyambung menjadi satu kesatuan mengikuti jalan raya maupun memanjang mengikuti jalan-jalan kecil dan juga lorong-lorong.
-Letak & Orientasi
Luas Minahasa pada jaman ini adalah dari pantai likupang, Bitung sampai ke muara sungai Ranoyapo ke gunung Soputan, gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah sungai Ranoyapo dan Poigar, Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah kerajaan Bolaang Mongondow.
Rumah tradisional Minahasa berbentuk rumah panggung atau rumah kolong.
Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang terdiri dari dua tangga didepan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya.
-Konsep ruang dalam arsitektur tradisional
Bahan material yang dipergunakan umumnya adalah kayu dari jenis pohon yang diambil dari hutan, yaitu kayu besi, linggua, jenis kayu cempaka utan atau pohon wasian, jenis kayu nantu, dan kayu maumbi. Kayu besi digunakan untuk tiang, kayu cempaka untuk dinding dan lantai rumah, kayu nantu untuk rangka atap. Bagi masyarakat strata ekonomi rendah menggunakan bambu petung/ bulu jawa untuk tiang, rangka atap dan nibong untuk lantai rumah, untuk dinding dipakai bambu yang dipecah.
Arsitektur rumah tradisional Minahasa dapat dibagi dalam periode sebelum gempa bumi tahun 1845 dan periode pasca gempa bumi 1845-1945.
Karakteristik ruang dalam rumah, hanya terdapat satu ruang bangsal untuk semua kegiatan penghuninya. Pembatas territorial adalah dengan merentangkan rotan atau tali ijuk dan menggantungkan tikar. Orientasi rumah menghadap ke arah yang ditentukan oleh Tonaas yang memperoleh petunjuk dari Empung Walian Wangko (Tuhan).
Karakteristik ruang dalam rumah masa 1845-1945 berbeda dengan sebelumnya, karena sudah terdapat beberapa kamar, seperti badan rumah terdepan berfungsi sebagai ruang tamu/ ruang setup emperan, ruang tengah/ pores difungsikan untuk menerima kerabat dekat, dan ruang tidur untuk orang tua dan anak perempuan, ruang tengah belakang tempat lumbung padi (sangkor). Ruang masak terpisah pada bangunan lainnya. Fungsi loteng/ soldor adalah sama dengan masa sebelumnya yang diperuntukkan menyimpan hasil panen.
Pada awalnya para leluhur orang minahasa bermukim di sekitar pegununggan Wulur Mahatus, wilayah selatan Minahasa kemudian berkembang dan berpindah ke Nietakkan (dekat tompaso baru). Sejarah orang Minahasa umumnya di tulis oleh orang-orang asing yang datang ke tanah ini sebagian besar adalah misionaris. Beberapa antaranya: Pdt.Scwarsch, J. Albt. T. Schwarz, Dr. JGF Riedel, Pdt. Wilken, Pdt. J. Wiersma. Terdapat tiga tokoh sentral terkait dengan leluhur orang Minahasa, yaitu Lumimuut, Toar dan Karema. Karema, dimengerti sebagai "manusia langit", dan Lumimuut dan Toar adalah leluhur dan cikal bakal dari orang-orang Minahasa. Manusia awal di Minahasa yang berasal dari Lumimuut dan Toar, tempat semula dari Lumimuut dan Toar serta keturunannya disebut Wulur Mahatus. Kelompok-kelompok awal ini kemudian berkembangan biak dan bermigrasi ke beberapa wilayah di tanah Minahasa. Orang minahasa pada waktu itu dibagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu : Makarua Siow (2x9) : para pengatur Ibadah dan Adat Makatelu Pitu (3x7) : yang mengatur pemerintahan Pasiowan Telu (9x7) : Rakyat
sebutan "Minahasa" sebenarnya berasal dari kata, Mina yang berarti telah diadakan/telah terjadi dan Asa/Esa yang berarti satu, jadi Minahasa berarti telah diadakan persatuan atau mereka yang telah bersatu. ketika peristiwa persatuan diadakan disebut "Mahasa" yang berarti bersatu. Mahasa pertama diadakan di Watu Pinawetengan untuk pembagian wilayah pemukiman, Mahasa kedua diadakan untuk melawan ekspansi kerajaan bolaang-mongondow, Mahasa ketiga dilakukan untuk menyelesaikan pertikaian antara Walak Kakaskasen yang berkedudukan diLotta(kakaskasen, Lotta dan Tateli) dengan Bantik, yang kesemuanya berasal dari satu garis keturunan Toar-Lumimuut.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Minahasa
  
BAB II

Konstruksi Asli Rumah Adat Minahasa

·         PONDASI
Seperti yang terdapat pada rumah panggung di Indonesia umumnya, bagian pondasi(kolong) bangunan tetap menggunakan material batu, beton maupun kayu/kayukelapa itu sendiri dengan dimensi yang tergantung volume bangunan yangdipikulnya. Takikan pada pondasi beton bisa diganti dengan ikatan tulangan beton tersebut.




Konstruksi awal. Sambungan Tiang penyanggah dengan Kancingan dobel
·         LANTAI

Lantai bangunan tersusun dari konstruksi balok lantai kayu, yang lantainya terbuat dari papan lebar kayu cempaka.

·         KOLOM

-          Material dari kayu keras (kayu besi,kayu ebony)
-          Hubungan tiang dan balok dikancing antara 2 ruas kayu dengan pasak dan  pen.
-          Terdapat 16-18 tiang penyanggah.
-          Tinggi tiang 1.5 m-2,5 m.
-          Ukuran 80-200 cm
-          Fungsi kolong sebagai tempat menyimpan hasil panen dan binatang peliharaan yaitu kuda.

Tiang (thn 1845-1945)

-          Tiang penyanggah berukuran lebih kecil dan lebih pendek, yaitu sebesar 30/30 cm atau 40/40 cm.
-          Tinggi 1,5-2,5 meter

·         TANGGA

-          Tangga pada bangunan ini ada 2 :
ü  Bagian serambi
ü  Bagian servis area

-          Pada serambi ada 2 tangga arah masuk (kanan-kiri).
Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya.
-          Tangga terbuat dari kayu yang sama dengan lantainya.
-          Pada anak tangga strukturnya terbuat dari kayu keras.
-          Setiap anak tangga mengartikan tingkatan jumlah harta untuk mempelai wanita.

·         DINDING

-          Material dinding dari papan atau anyaman bambu.
-          Material dinding penyekat dari kayu lunak (kayu cempaka,kayu merah).
-          Mengunakan system sambungan pen.

·         PINTU

-          Tinggi pintu sekitar 1 m
-          Melambangkan penghormatan pada tuan rumah
-          Material terbuat dari kayu keras

·         JENDELA

-          Kontruksi jendela 2 sayap
-          Letaknya banyak diarea kanan maupun kiri
-          Material jendela dari kaca nako atau jalusi

·         ATAP

-          Rangka atapnya adalah gabungan bentuk pelana dan limas.
-          Atapnya berupa konstruksi kayu/ bambu batangan yang diikat dengan tali ijuk pada usuk dari bambu.


Rumah dengan material penutup atap rumbia (bahan ijuk)

Sesuai penuturan penghuni rumah, umur atap rumbia adalah 10-15 tahun, dan saat ini material atap rumbia sulit diperoleh dan kualitasnya menurun karena masa pakainya hanya 1-3 tahun.

·         RAGAM HIAS (ORNAMEN)

-          Aplikasi ornamen dan ragam hias yang relatif kurang, menyiratkan karakteristik orang Minahasa yang bersahaja dan cenderung lebih fokus pada persoalan- persoalan yang praktis dalam kehidupannya.
-          Dominasi corak ragam hias yang bersumber dari bentuk-bentuk alamiah (flora dan fauna) juga menunjukkan tingginya apresiasi masyarakat Minahasa terhadap lingkungan fisik alamiahnya yang dipandang sebagai berkah terindah dari sang Opo Empung.
-          Adapan corak ornamentasi dan dekorasi geometris yang belakangan mentradisi, pada dasarnya menunjukkan tingkat akseptansi masyarakat Minahasa yang tinggi terhadap introduksi rona kultural yang baru dari komunitas masyarakat / bangsa lain yang berstatus pendatang, sepanjang kultur yang dibawa dipandang positif. Hal ini juga menyiratkan tingginya dinamika kultur masyarakat Minahasa.
-          Ornamen hiasan banyak yang menggunakan warna merah mengartikan keberanian.
-          Ornamen ada yang berbentuk naga di samping kanan dan kiri rumah,mengartikan arti tak gentar tidak takut.
-          Ornamen Naga berasal dari negara Cina begitu pun warana merah yang identik dengan Cina.


BAB III

DATA-DATA SURVEY

LOKASI         :           TAMAN MINI INDONESIA INDAH
                                                ANJUNGAN SULAWESI UTARA
TANGGAL     :           25 SEPTEMBER 2014


Anjungan Sulawesi Utara di TMII menampilkan dua rumah adat sebagai bangunan induknya, yaitu “wale-wanaro” dan “Bolaang mongondow”. Keduanya merupakan bangunan diatas tiang dengan pintu utama di bagian depan. Kedua bangunan tersebut digunakan sebagai tempat memperkenalkan daerah terkait, khususnya pada aspek budaya dan kepariwisataannya.Karena diatas rumah pewaris (wale wangko) kita dapat menyaksikan pergaan busana dari 4 daerah di Sulawesi Utara, yaitu Gorontalo, Boraang Mongondow, Minahasa, dan Sangihe Talaud. Sedangkan kolong rumah digunakan untuk memamerkan potensi kekayaan alam, hasil industry dan hasil kerajinan daerah. Di tempat ini juga diperagakan beberapa alat musik tradisional seperti Kolintang dan musik Bambu.
Anjungan ini memiliki tata pertamanan yang terawat. Di bagian depan anjungan di bangun meninggi sebagai gambaran gunung klabat dengan dua buah patung penari cakalele di dekatnya. Dalam jumlah besar, tari perang itu merupakan grup kawasaran, yang amat berkesan apabila dijadikan tari penyambut tamu. Patung tinggi yang unik, karena menggambarkan setumpuk orang  dalam posisi saling mendukung adalah “Siow Walian”. Patung yang di puncaknya bertengger burung manguni itu, konon merupakan gambaran religi puerwa dan juga merupakan gambaran sikap hidup masyarakat Minahasa yang suka tolong menolong. Di tempat tersebut juga dapat kita saksikan “Waruga”, kuburan nenek moyang. Waruga adalah kuburan para kepala suku (tonaas-tonaas) yang dikebumikan dengan posisi duduk dan tangan melipat. Posisi demikian dimaksudkan untuk menyamakan sikap manusia saat masih di dalam kandungan. Bagian belakang anjungan tampak patung pembuat kopra dan tempat penyulingan saguel yang kemudian menjadi minuman khas Sulawesi Utara.
Informasi umum daerah Sulawesi Utara :
Propinsi daerah tingkat I Sulawesi Utara dibagi menjadi 7 daerah Tk. II
  1. Kabupaten Dati II Sangihe Talaud, ibukota Tahuna
  2. Kabupaten Dati II Minahasa ibukota Tondano
  3. Kabupaten Dati II Bolaang Mongondow ibukota Kotamabaou
  4. Kabupaten Dati II Gorontalo ibukota Issimu
  5. Kabupaten Dati II Manado
  6. Kabupaten Dati II Gorontalo
  7. Kota Administratif Bitung

Sulawesi Utara terdiri dari 4 suku bangsa, maka bahasa daerahnya secara otomati terbagi 4 pula. Sangihe Talaud, Minahasa, Bolaang, Mongondow dan Gorontalo. Keempat suku bangsa tersebut masing-masing menmpunya ciri khas sendiri-sendiri anatara lain sifat keramah tamahan dalam pergaulan dan memiliki suatu sifat yang lebih khas lagi ialah sifat gotong-royong atau Mapalus yang dalam penyebutan berbeda namun bertujuan sama seperti :
·         Mopaluse dari Sangihe Talaud
·         Mapalus dari Minahasa
·         Mo Huyula dari Gorontalo
·         Pogogugat dari Bolaangh Mongondow

Objek wisata yang terdapat di propinsi ini sangat menarik untuk dikunjungi, khususnya taman laut bunaken, selain itu juga terdapat taman budaya waruga (kuburan tradisional nenek moyang Minahasa), makam pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol, Kyai Mojo, Monumen DR. Samratulangi, Eatu Pinawatengan, tempat rekreasi Remboken dengan danau tondano dan air panas, suaka alam Tangkoko Batu Angus dan Demoga Bone. Di tempat ini berdiam marga satwa yang dilindungi, seperti Burung Maleo, Anoa, Babi rusa, Rusa dan Sapi hutan.
Ditinjau dari segi adat istiadat, bahasa, kesenian, peninggalan purbakala dan mata pencaharian yang beraneka ragam, maka daerah tingkat I Sulawesi Utara dibagi menjadi 4 daerah kultural :
1.       Sangihe Talaud
2.       Minahasa/Manado
3.       Bolaang Mongondow
4.       Gorontalo/Huluntalo.
Sedangkan alat musik tradisionalnya antara lain Kolintang, musik bia, musik bambu.
Tariannya seperti tari maengket, cakalele, tari lenso dan lain-lain.
Ukiran ular melambangkan kewaspadaan, sedang burung manguni dianggap hewan yang dapat memberi isyarat atau tanda melalui bunyinya pada malam hari. Keduanya dikeramatkan serta dianggap sebagai pemberi isyarat dari dunia atas dan dunia bawah.



RUMAH ADAT WALEWANGKO DI ANJUNGAN SULAWESI UTARA

·         DENAH
·         PONDASI
Pondasi pada Anjungan Sulawesi Utara :

-         

Konstruksi kolom tidak lagi ada kancingan bawah dan rumah tidak diletakkan di atas watulinei diganti dengan beton cor.
-          Konstruksi kolom tidak lagi ada kancingan bawah / bantalan bawah.

·         LANTAI
Lantai pada Anjungan Sulawesi Utara

-          Lantai Menggunakan papan kayu cempaka
-          Lantai papan kayu berukuran 4, 30

·         KOLOM
-          Kolom Struktur terdapat 28 kolom secara keseluruhan
-          Kolom yang berhubungan langsung dengan atap terdapat 4 kolom berukuran 30x30 cm.
-          Kolom menerus berukuran 45x45 cm dan memiliki jarak 5 m / kolomnya.
-          Kolom yang berada di dalam rumah walewangko berdiameter kurang lebih 40cm.

·         TANGGA
-          Letak dua tangga berhadapan.
-          Jumlah anak tangga ganjil.
-          Anak tangga terbuat dari papan kayu yang sama dengan lantainya.

·         DINDING

-          Dinding menggunakan papan kayu cempaka
-          Tidak bermotif / Polos hanya saja berhiaskan serat dari kayu-kayu tersebut

·         PINTU

-          Memiliki dua daun pintu
-          Tinggi pintu kurang lebih 220 cm
-          Lebar pintu kurang lebih 120 cm
·         JENDELA

-          Kontruksi jendela dua sayap (dua daun jendela)
-          Berukuran kurang lebih 120x120 cm
-           
·         ATAP
-          Bentuk atap merupakan pola gabungan atap pelana dan limas
-          Material penutupnya adalah Sirap
-          Atap bagian atas kurang lebih 60 derajat, dan atap bagian bawah kurang lebih 45 derajat

·         RAGAM HIAS / ORNAMEN
-          Ornamen berada di sekeliling papan balok lantai
              
-          Motif ornamen samping dan depan berbeda
-          Ornamen berwarna merah dan berbentuk seperti naga maupun api.
-          Ornamen api juga terdapat pada Lisplang
-          Dan terdapat ornament khas minahasa di bagian depan atap


BAB 4

ANALISA PEMBANDINGAN

1.      PONDASI
Secara teori pada bangunan rumah adat walewangko, bagian pondasi(kolong) bangunan tetap menggunakan material batu, beton maupun kayu/kayu kelapa itu sendiri dengan dimensi yang tergantung volume bangunan yang dipikulnya. Takikan pada pondasi beton bisa diganti dengan ikatan tulangan beton tersebut.
      
Konstruksi awal. Sambungan Tiang penyanggah dengan Kancingan dobel
Namun pada hasil survey yang kami lakukan pondasi sudah dimodifiksi menjadi sebagai berikut :
-          Tidak adanya umpak sebagai pondasinya yang sudah diganti dengan beton.
-          Konstruksi kolom tidak lagi ada kancingan bawah dan rumah tidak diletakkan di atas watulinei diganti dengan beton cor.
-          Konstruksi kolom tidak lagi ada kancingan bawah / bantalan bawah.

2.      LANTAI

Secara teori lantai rumah adat walewangko yitu sebagai berikut :
·         Lantai bangunan tersusun dari konstruksi balok lantai kayu.
·         Bahan  lantainya terbuat dari papan lebar kayu cempaka.
·         Serta lantai disusun dari papan yang susunannya memnjang.
            Namun dalam hasil survey yang kami dapatkan tidak beda dari yg dijelaskan diatas yaitu :

-          Lantai Menggunakan papan kayu cempaka
-          Lantai papan kayu berukuran 4x 25
-          Susunannya papan memanjang

3.      KOLOM
Secara teori kolom yang sebenarnya yaitu :
·         Material dari kayu keras (kayu besi,kayu ebony)
·         Hubungan tiang dan balok dikancing antara 2 ruas kayu dengan pasak dan  pen.
·         Terdapat 16-18 tiang penyanggah.
·         Tinggi tiang 1.5 m-2,5 m.
·         Ukuran 80-200 cm
·         Fungsi kolong sebagai tempat menyimpan hasil panen dan binatang peliharaan yaitu kuda.
·         Pemasangan kolom menggunakan system pasak dan pen atau bida disebut system knockdown( bongkar pasang )
·         Pemasangan kolom dilakukan dengan memasang bagian pangkal pada bagian bawah dan ujungnya pada bagian atas.

Walaupun pada sebelumnya, sebelum terjadinya gempa bumi pada tahun 1845-1945 kolom atau tiang penyangga spedifikasinya yaitu sebagai berikut:
-          Tiang penyanggah berukuran lebih kecil dan lebih pendek, yaitu sebesar 30/30 cm atau 40/40 cm.
-          Tinggi 1,5-2,5 meter
Namun dari hasil survey didapatkan sebagai berikut:


-          Kolom Struktur terdapat 28 kolom secara keseluruhan
-          Kolom yang berhubungan langsung dengan atap terdapat 4 kolom disetiap pojokan yang berukuran 30x30 cm.


-          Kolom struktur berukuran 45x45 cm dan memiliki jarak 5 m / kolomnya.
-          Diluar bagian kolom tersebut ada lapisan penutupnya agar tidak mudah rusak.

-          Kolom yang berada di dalam rumah walewangko berdiameter kurang lebih 40cm
-          Bahan kayu kolom bagian dalam bangunan menggunakan kayu bulat walaupun hanya pelapis saja

4.      DINDING
Menurut aslinya dinding yang ada yaitu sebagai berikut:
·         Material dinding dari papan atau anyaman bambu.
·         Material dinding penyekat dari tikar bambu atau kayu lunak (kayu cempaka,kayu merah).
·         Mengunakan system sambungan pen.
·         Pemakaian susunan papan pun sama seperti kolom yaitu pangkal berada dibagian bawah dan ujungnya ada pada bagian atas , maksudnya untuk menunjukan kesan tumbuh.

Namun dari hasil survey sebagai berikut:


-          Dinding menggunakan papan kayu cempaka
-          Tidak bermotif / Polos hanya saja berhiaskan serat dari kayu-kayu tersebut
-          Papan yang digunakan yaitu papan seragam ukurannya dan jenisnya.


5.      PINTU & JENDELA
Dari hasil data yang menyatakan teorinya yaitu sebagai berikut:
·         PINTU
-          Tinggi pintu sekitar 1 m
-          Melambangkan penghormatan pada tuan rumah
-          Material terbuat dari kayu keras

·         JENDELA
-          Kontruksi jendela 2 sayap
-          Letaknya banyak diarea kanan maupun kiri
-          Material jendela dari kaca nako atau jalusi

Hasil survey yaitu sebagai berikut:
·         PINTU

-          Memiliki dua daun pintu
-          Tinggi pintu kurang lebih 220 cm
-          Lebar pintu kurang lebih 120 cm

·         JENDELA

-          Kontruksi jendela dua sayap (dua daun jendela)
-          Berukuran kurang lebih 120x120 cm

6.      ATAP
Menurut bawaan aslinya atap rumah adat walewangko yaitu sebagai berikut :
·         Rangka atapnya adalah gabungan bentuk pelana dan limas.
·         Atapnya berupa konstruksi kayu/ bambu batangan yang diikat dengan tali ijuk pada usuk dari bambu.
·         Karena perkembangan pengetahuan bas atau tukang konstruksi kayu pada konstruksi atap yang dipakai sampai sekarang ini


Rumah dengan material penutup atap rumbia (bahan ijuk)
Sesuai penuturan penghuni rumah, umur atap rumbia adalah 10-15 tahun, dan saat ini material atap rumbia sulit diperoleh dan kualitasnya menurun karena masa pakainya hanya 1-3 tahun.
Namun dari hasil survey yaitu sebagai berikut karena adanya beberapa modifikasi:

-          Bentuk atap merupakan pola gabungan atap pelana dan limas
-          Material penutupnya adalah Sirap
-          Atap bagian atas kurang lebih 60 derajat, dan atap bagian bawah kurang lebih 45 derajat

7.      TANGGA
Beberapa hal yang mengaitkan tangga dari teori yang ada sebagai berikut:
-          Tangga pada bangunan ini ada 2 :
ü  Bagian serambi
ü  Bagian servis area

-          Pada serambi ada 2 tangga arah masuk (kanan-kiri).
Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya.
-          Tangga terbuat dari kayu yang sama dengan lantainya.
-          Pada anak tangga strukturnya terbuat dari kayu keras.
-          Setiap anak tangga mengartikan tingkatan jumlah harta untuk mempelai wanita.


Namun dalam hasil survey sebagai berikut:

-          Letak dua tangga berhadapan.
-          Jumlah anak tangga ganjil.
-          Anak tangga terbuat dari papan kayu yang sama dengan lantainya.

8.      RAGAM HIAS
            Beberapa hal mengenai ragam hias dari rumah adat walewangko yaitu sebagai berikut:
·         Aplikasi ornamen dan ragam hias yang relatif kurang, menyiratkan karakteristik orang Minahasa yang bersahaja dan cenderung lebih fokus pada persoalan- persoalan yang praktis dalam kehidupannya.
·         Dominasi corak ragam hias yang bersumber dari bentuk-bentuk alamiah (flora dan fauna) juga menunjukkan tingginya apresiasi masyarakat Minahasa terhadap lingkungan fisik alamiahnya yang dipandang sebagai berkah terindah dari sang Opo Empung.
·         Adapan corak ornamentasi dan dekorasi geometris yang belakangan mentradisi, pada dasarnya menunjukkan tingkat akseptansi masyarakat Minahasa yang tinggi terhadap introduksi rona kultural yang baru dari komunitas masyarakat / bangsa lain yang berstatus pendatang, sepanjang kultur yang dibawa dipandang positif. Hal ini juga menyiratkan tingginya dinamika kultur masyarakat Minahasa.
·         Ornamen hiasan banyak yang menggunakan warna merah mengartikan keberanian.
·         Ornamen ada yang berbentuk naga di samping kanan dan kiri rumah,mengartikan arti tak gentar tidak takut.
·         Ornamen Naga berasal dari negara Cina begitu pun warana merah yang identik dengan Cina.

Dari hasil survey yaitu sebagai berikut:

                    

-          Ornamen berada di sekeliling papan balok lantai
-          Motif ornament samping dan depan berbeda
-          Ornamen berwarna merah dan berbentuk seperti naga mau pun api yang diambil karena suku minahasa menurut sejarah berasal dari cina da jepang.
-          Ornamen api juga terdapat pada Lisplang
Maksud dari ornament tersebut yaitu untuk menjaga teritorialnya dengan keberaniannya dari suku minahasa
-          Dan terdapat ornament khas minahasa di bagian depan atap

Pada bagian ornament ini melambangkan bahwa corak itu menunjukan opo empung walian yang berada di tempat yang lebih tinggi untuk menghormati serta dapat mengingat segala pemberiannya.

BAB 5

Kesimpulan

Rumah Adat Walewangko adalah salah satu Rumah Adat Indonesia yang berasal dari tanah Minahasa, Sulawesi Utara. Kota Manado adalah kota yang berada di tanah Minahasa.

Salah satu tempat yang melestarikan rumah adat ini adalah Taman Mini Indonesia Indah. Namun, rumah adat ini sudah mengalami perubahan seperti yang sudah disebutkan di bab sebelumnya. Mulai dari perubahan konstruksi pada pondasi dan kolom, perubahan jumlah kolom penyokongnya, perubahan bahan bangunan pada dinding, sampai perubahan tata ruangnya.

Sebagai calon Arsitek sebaiknya kita melestarikan juga rumah adat seperti ini, karena ini merupakan salah satu ciri khas Indonesia. Walaupun rumah adat dan sudah di bangun sejak jaman dulu, tapi rumah adat di Indonesia memiliki konstruksi yaang tidak kalah hebat dari konstruksi jaman sekarang. Hal ini menyebabkaan rumah adat-rumah adat di Indonesia tetap berdiri kokoh meski usianya sudah ratusan tahun.

2 komentar: