Jalan terjal eksekusi mati jilid II
JAKARTA – Di balik jeruji penjara Lapas Pemasyarakatan (LP)
Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, sembilan terpidana mati Jilid
II kasus
narkoba resah. Nyawa mereka akan segera dicabut dari letupan senjata api
petugas yang entah kapan dilesatkan.
Di
luar tembok penjara Nusakambangan, keluarga dari terpidana mati bertaruh
menyeberangi laut. Sesampai di Nusakambangan, mereka melepas kerinduan, dan tak
kuasa menahan tangis. Meronta minta pengampunan agar tidak dilakukan eksekusi
mati.
Tidak berhenti di situ, protes keras pun
gencar dilakukan pemerintah Prancis dan Australia yang warga negaranya akan
dieksekusi regu tembak. Tetapi pemerintah tetap keukeuh eksekusi mati jilid II
tetap dilaksanakan, tak bisa dihalangi.
Eksekusi
mati jilid II penuh tarik ulur. Beberapa terpidana mati yang seharusnya segera
dieksekusi mati berlomba-lomba mengajukan peninjauan kembali (PK) dan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) guna melawan grasi dikeluarkan Presiden.
Ke sembilan terpidana mati itu yakni
Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (keduanya WN Australia); Raheem Agbaje Salami
(WN Spanyol); Rodrigo Gularte (WN Brasil), dan Martin Anderson alias Belo (WN
Nigeria). Kemudian, Sylvester Obieke Nwolise (WN Nigeria); Okwudili Oyatanze
(WN Nigeria); Zainal Abidin (WN Indonesia); dan seorang perempuan Mary Jane
Fiesta Veloso (WN Filipina).
Sebenarnya
terdapat 10 terpidana mati yang akan dieksekusi namun hanya satu terpidana mati
yang tertunda dilakukan. Adalah, Serge Areski yang permohonnya sedang berada di
meja PTUN.
“Harapan
klien kami agar permohonan yang diajukan ke PTUN bisa diterima, dikabulkan dan
baca dipahami para hakim,” ujar Nancy Yuliana, kuasa hukum terpidana mati kasus
narkoba Serge Areski kepada Okezone, Selasa (27/4/2015).
Eksekusi
mati jilid II tidak seperti eksekusi mati jilid I yang dilakukan pada enam
terpidana mati kasus narkoba pada Minggu 18 Januari 2014. Meski menuai polemik,
lima terpidana tetap dieksekusi di Nusakambangan dan satu terpidana di tembak
mati di Boyolali.
Tindakan
Pemerintah Indonesia melaksanakan eksekusi mati jilid I membuat Pemerintah
Belanda dan Brasil, berang bahkan sampai menarik duta besarnya sebagai bentuk
protes keras terhadap putusan hukuman mati yang diberlakukan terhadap Ang Kim
Soei (62) WN Belanda dan Marco Archer Cardoso Mareira (53) WN Brasil.
Kini,
persoalan serupa kembali muncul ketika Pemerintah Indonesia akan melaksanakan
eksekusi mati jilid II. Sebab, terdapat dua terpidana mati asal Australia yang
terkenal dengan sebutan Bali Nine siap didor.
Istilah
Bali Nine menjadi terkenal karena ada sembilan orang WN Australia yakni Andrew
Chan, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae Lawrence, Tan duc Thanh Nguyen, Matthew
Norman, Scott Rush, Martin Stephens, dan Myuran Sukumaran. Mereka tertangkap
dalam kasus penyelundupan 8,3 kilogram heroin.
Dari
sembilan yang ditangkap, dua orang menjadi terpidana mati yakni Myuran
Sukumaran dan Andrew Chan. Grasi Myuran sudah ditolak Presiden Joko Widodo pada
tanggal 30 Desember 2014, sedang permohonan grasi Andrew Chan masih dalam
proses.
Bisa jadi dua terpidana mati asal
Australia itu akan menjadi terpidana berikut yang akan dieksekusi. Media
Australia dan Pemerintah Australia mulai merasa gerah dan terus melakukan upaya
pembebasan agar dua warganegaranya tak dihukum mati.
Banyak
media dan sebagian warganegara Australia menyalahkan pihak Australia Federal
Police (AFP) yang mau bekerja sama dan menyerahkan data intelijen kepada
kepolisian Indonesia. Pasalnya, keberhasilan kepolisian Indonesia menggulung
kelompok Bali Nine berkat informasi intelijen yang diberikan pihak kepolisian
Federal Australia.
Hal
yang tidak mereka duga adalah hukum bagi pengedar, penyelundup narkoba di
Indonesia adalah hukuman mati. Salah satu ayah terpidana Bali Nine menyalahkan
AFP yang tidak menangkap para terpidana ketika sampai di Australia dan malah
meminta kepolisian Indonesia menangkap mereka di Bandara Ngurah Rai Bali pada
17 April 2005.
Pemerintah
Australia ketika itu PM John Howard menentang keras pidana mati. Berkali kali
pemerintah Australia meminta tidak diterapkannya hukuman mati pada sembilan
terdakwa WN Australia tersebut.
Sayangnya
permintaan pemerintah Australia tak mempengaruhi hakim Indonesia yang
memutuskan untuk tetap menjatuhkan hukuman mati pada dua warga Australia
tersebut.
Kini
eksekusi mati jilid II terhadap sembilan terpidana mati tersebut tinggal
menunggu detik-detik terkahir.
"Sembilan
orang itu akan dieksekusi serentak pada detik yang sama tidak akan saling
menunggu, tidak ada antrean," kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan
Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Proses Peradilan yang Panjang
Tertangkapnya
sembilan WN Australia mungkin melegakan pihak AFP karena tugas mereka berhasil.
Namun ketika proses hukum mulai berjalan pada 11 Oktober 2005 di Pengadilan
Negeri (PN) Denpasar tidak berjalan mulus. Ketika itu proses pengadilan sering
kali batal dan tertunda karena terdakwa sering beralasan sakit.
Usaha
mengekstradisi sembilan terdakwa Bali Nine pernah diupayakan pengacara
Australia, Robert Richter dan Brian Walters pada 6 Desember 2005 dengan meminta
dukungan Direktur Penuntut Umum Commonwaelth.
Saling Tuduh dan Cari Selamat
Sembilan
terdakwa Bali Nine selain sering beralasan sakit juga mulai mengaku mendapat
ancaman pembunuhan dari Andrew Chan bila tak mau menjadi kurir narkoba.
Lawrence dan Stephens memberikan bukti dan foto keluarga mereka yang
mendapatkan ancaman pembunuhan kepada pengadilan Denpasar.
(MSR)
Sumber :
http://news.okezone.com/read/2015/04/28/337/1141389/jalan-terjal-eksekusi-mati-jilid-ii
Ulasan :
Menurut
pendapat saya ini hukuman yang setimpal untuk mereka yang melakukan pengedaran
sejenis narkotika melihat pa yang mereka edarkan banyak korban yang terjerumus
dalam obat-obatan terlarang tersebut.
Melihat dari
hubungan liberal antara indonesia dengan beberapa negara luar memang hukuman
ini menjadi kecaman bagi negara lain yang terlalu membela pengedar narkoba
dengan alasan HAM, tetapi mereka tidak melihat sisi positif dari hukuman mati
terhadap pidana mati narkoba. Andai semua negara luar menerapkan hukuman pidana
mati terhadap kasus pidana narkoba ini akan mejadi suatu kecaman bagi pengedar
narkoba yang selama ini menikmati kehidupan di atas penderitaan orang lain
yaitu korban pecandu narkoba sendiri.
sekian ulasan
dari saya mohon maaf jika ada tutur kata yang kurang berkenan dan terima kasih
.
Wassalamu'alaikum
warohmatullohi wabarokatuh.......